![]() |
Gugat MA, Aceng Tuntut Ganti Rugi Rp 5 Triliun |
bupati garut aceng hm fikri, melalui kedua pengacaranya ujang suja'i toujiri dan eggi sudjana, menyatakan akan menuntut balik dan meminta ganti rugi sebesar rp 5 triliun kepada mahkamah agung (ma), menteri dalam negeri (mendagri) dan dewan perwakilan rakyat daerah (dprd) kabupaten garut."saya akan menuntut balik dan meminta ganti rugi sebesar rp 5 triliun," tegas eggi saat memberikan keterangan pers di hotel panghegar, jalan merdeka, bandung, jawa barat, kamis, (24/1/2013) malam.pihak aceng menyatakan tidak menerima putusan itu dengan alasan perbuatannya sesuai dengan syariat islam dan dijamin kebenarannya oleh al quran. eggi menegaskan, pernikahan aceng dengan fani oktora, meskipun berlangsung selama empat hari, sudah mengacu pada syariat islam dan dibenarkan oleh undang-undang no 1 tahun 1974. selain itu, kata eggi, pasal 2 ayat 1 menyebutkan, bahwa perkawinan itu dinyatakan sah menurut agama islam yang diyakininya."saya tidak terima dengan keputusan ma yang memerintahkan saya untuk lengser dari jabatan bupati. karena apa? yang saya lakukan itu sudah sesuai dengan syariat agama islam dan dijamin kebenarannya oleh al quran dan undang-undang dasar (uud) 1945," tegas aceng didampingi kedua pengacaranya di tempat yang sama, kamis, (24/1/2013) petang."tapi kenapa aceng fikri dinyatakan bersalah? saya nyatakan ini pelecehan kepada agama islam dan hukum islam yang berkaitan dengan pernikahan," tukas eggi. aceng menyatakan akan mempertahankan jabatannya sebagai bupati bagaimana pun caranya. "saya tidak akan tinggal diam. saya akan tetap berjuang, karena itu hak asasi saya untuk membela diri," tegas aceng.atas keputusan pelengseran itu juga, aceng merasa telah dirugikan karena nama baiknya telah dicemarkan, terlebih lagi aceng merasa dizalimi karena keputusan ma itu dinilai cacat hukum. pertama, pergantian seorang pansus dari fraksi partai persatuan pembangunan (ppp) tanpa melalui paripurna."ini menyangkut sidang etika dari pansus. sidang harusnya dilakukan secara tertutup, tapi kenapa jadi terbuka untuk umum. para demonstran yang mempengaruhinya datang dan membuat gaduh bahkan menekan anggota dprd sehingga apa yang menjadi putusan dprd sesuai maunya para demonstran. ini tata tertib dari dprd sudah dilanggar," bebernya.kedua, menyangkut sidang etika dari pansus untuk umum. masih kata eggi, pasal 52 ayat 1 undang - undang no. 32 menyatakan dengan jelas anggota dpr tidak dapat dituntut sepanjang tidak bertentangan dengan tata tertib peraturan perundang-undangan."jadi logika hukumnya sudah mempengaruhi yang seharusnya tertutup jadi terbuka. itu pelanggaran serius terhadap persidangan, sehingga harus dinyatakan cacat demi hukum," tegasnya lagi.ketiga, lanjut eggi, sebagai contoh dari para kyai, ketua majelis ulama indonesia (mui) garut, forum ulama garut menjelaskan bahwa fatwa pansus telah melakukan suatu kebohongan. menurutnya, kebohongan itu dengan mengumpulkan para kyai, kemudian ada tanda tangan sebagai mana yang ada dalam daftar hadir. daftar hadir itu dibuat seolah-olah para kyai mendukung pelengseran aceng fikri."pemalsuan tanda tangan, yang dari h iip kalau tidak salah. jadi kalau secara ilmu hukum ada beberapa pelanggaran pidana terutama pasal 263, 264," jelasnya.menanggapi masalah ini, pihaknya sudah melaporkan dprd ke polisi jauh sebelum adanya putusan ma itu. "kepada ma tertanggal 26 desember ini, seharusnya ma mempertimbangkan dong, kenapa tidak sedikit pun kami ini menjadi perhatian," keluhnya.diberitakan sebelumnya, ma mengabulkan permohonan dewan perwakilan rakyat daerah (dprd) kabupaten garut untuk melengserkan aceng. dalam pendapat dprd kabupaten garut nomor 30 tahun 2012 tanggal 21 desember 2012, aceng fikri terbukti melakukan pelanggaran etika ketika menikah siri dengan fani oktora kemudian menceraikannya dalam waktu empat hari.putusan ma itu dijatuhkan pada selasa (22/1/2013) beberapa hari lalu oleh majelis hakim yang diketuai oleh paulus efendie lotulung dengan hakim anggota yulius dan mohammad supadi.menanggapi hal itu, baik eggi maupun pengacara pertama aceng, ujang suja'i tuojiri, menegaskan bahwa keputusan ma itu bertentangan dengan aturan islam, karena diputuskan oleh hakim (orang) yang tidak mengetahui soal ajaran islam, yakni majelis hakim yang diketuai oleh paulus efendie lotulung dengan hakim anggota yulius dan mohammad supadi."keputusan itu diambil alih oleh orang-orang yang tidak mengeti tentang islam, oleh orang-orang yang tidak pernah mengaji. mereka yang memutuskan itu tidak tahu kalau dalam al quran, surat an-nisa ayat 3, disebutkan bahwa kaum laki - laki muslim boleh menikahi perempuan lebih dari satu kali. jadi kami tekankan bahwa putusan ini telah melecehkan agama dan hukum islam," jelasnya.dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai, dalam kasus perkawinan, posisi aceng sebagai bupati garut tidak dapat dipisahkan antara sebagai pribadi di satu pihak dan bupati di pihak lain. dalam perkawinan, jabatan tersebut tetap melekat dalam diri yang bersangkutan. oleh karena itu, perilaku jabatan tetap harus dijaga sesuai dengan sumpah jabatan yang telah diucapkan."demi allah, saya bersumpah/berjanji akan penuhi kewajiban sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah dengan sebaik-baiknya dengan tetap memegang teguh uud 1945 dan menjalankan segala perarutaran perundang-undangan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat.", demikian bunyi sumpah jabatan kepala daerah.sementara itu, kedua pengacara membantah atas isi keputusan yang dilontarkan majelis hakim. mereka menilai aceng fikri telah diperlakukan tidak adil oleh majelis hakim. putusan hakim dinilai telah menzalimi dan memperburuk nama baik aceng. ujang mengatakan, perbuatan aceng fikri mengawini fani oktora itu terpisah dari jabatannnya sebagai bupati, melainkan oleh aceng fikri secara pribadi."bupati itu tidak bisa kencing, makan, minum dan tidak bisa kawin, tapi yang bisa kencing, makan, minum dan kawin itu hanyalah aceng fikri seorang, jadi tidak seharusnya hakim memutuskan seperti itu," kata salah satu dari pengacara itu.
editor :
sumber: www.kompas.com
Post a Comment