Home » » Pengusaha Bus Terus Merugi

Pengusaha Bus Terus Merugi

Written By laso on Friday 29 August 2014 | 14:00









, SURABAYA- Kemacetan akut di jalur Malang-Surabaya membuat buntung para pengusaha angkutan. Baik angkutan penumpang maupun angkutan barang. Pengusaha oto bus termasuk dalam barisan pengusaha yang mengalami kebuntungan.Dampak paling kuat dirasakan hampir setahun terakhir. Mustofa, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jatim menjelaskan, kemacetan akut di jalur Malang, khususnya Lawang-Singosari, benar-benar telah menimbulkan biaya tinggi. Ongkos operasional, seperti kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dan perawatan meningkat tajam.Beban melambungnya ongkos operasional ini diperparah dengan merosotnya pendapatan. Satu bus yang dulu bisa bola-balik lebih dari empat rate sehari, sekarang maksimal hanya bisa empat rate atau dua kali PP (pulang-pergi). Jumlah penumpang juga terus merosot. Penumpang yang malas berlama-lama berjibaku dalam kemacetan, perlahan bergeser pada angkutan lain. Kereta Api (KA) yang anti-macet menjadi salah satu pilihan.Tak mau rugi terus menggunung, apalagi usahanya mati, para pengusaha oto bus menyiasati dengan cara mengandangkan sebagian bus. Jumlah armada yang dikandangkan tidak main-main, 40-50 persen.“Kalau tidak dipangkas (jumlah bus yang operasional), bisa rugi makin besar,” ujar Mustofa, yang juga pemilik PO Menggala kepada yang menemuinya, Selasa (26/8/2014). Langkah mengandangkan armada sudah berlangsung beberapa bulan lalu. Namun, jumlahnya makin meningkat pascalebaran Idul Fitri.Mustofa menuturkan, kemacetan parah membuat calon penumpang sepi. Lamanya waktu tempuh menjadi penyebab mereka kehilangan minat menggunakan jasa bus. Dulu sebelum kemacetan parah melanda, lama tempuh Surabaya-Malang sekitar dua jam. Paling lama molor 30 menit karena kemacetan. Kini dengan kemacetan parah yang terjadi hampir setiap hari, butuh waktu sampai tiga setengah jam.Lama waktu tempuh bisa bertambah di hari Sabtu-Minggu atau hari libur. Ini adalah hari membanjirnya kendaraan pengangkut wisatawan menuju dan dari Kota Apel tersebut.Titik kemacetan dimulai dari Gempol, Pandaan, dan Purwodadi. Jalur di Kabupaten Pasuruan ini merupakan penghubung menuju Malang dari arah Surabaya. Ini belum seberapa. Kemacetan terparah akan ditemui di kawasan Malang Raya. Tepatnya jalur sepanjang sekitar 25 kilometer mulai Lawang-Singosari sampai Malang Kota. Inilah kawasan paling menghabiskan energi plus kesabaran. Para pengendara harus melawan gerah. Sedangkan para sopir harus menahan ngilu otot kaki karena terlalu memainkan pedal gas dan kopling.Mustofa mengatakan, kemacetan ini juga membuat biaya operasional meningkat. Pasalnya, biaya yang dikeluarkan untuk ongkos membeli solar semakin tinggi. Dia menganggarkan 160 liter solar per hari per bus. ”Tetapi ongkos solar bukan momok utama kami,” ujarnya.Hal yang paling ditakutkan pengusaha PO adalah beralihnya penumpang setia bus ke moda transportasi lain seperti kereta api. Selama ini, bus selalu menawarkan jam keberangkatan yang bisa sewaktu-waktu. Bus dianggap murah dan cepat. Namun, anggapan itu lambat laun terkikis.”Saat ini, apa yang kami tawarkan pada konsumen hampir habis karena kemacetan ini. Kami ditinggal penumpang karena sudah tidak bisa secepat dulu dalam mengantar mereka. Hanya jam keberangkatan sewaktu-waktu, yang membuat penumpang masih setia naik bus,” ungkapnya.Mustofa mencatat sebelum kemacetan parah, setiap hari ada 600 rate bus yang melayani rute daerah wisata itu. Jumlah yang beroperasi mencapai 150-200 bus. Satu bus rata-rata beroperasi empat sampai enam rate. Selain Menggala, PO lain melayani jalur ini antara lain Kalisari, Hafana, Dana Dhasih, Laksana Anda, Restu, Medali Mas, Haz, dan Tentrem.Kini, setelah kemecaten akut terjadi, praktis tinggal sekitar 60 persen bus yang beroperasi. Menggala sendiri memiliki 14 bus. Kini hanya 8 bus yang masih beroperasi. Jumlah bus yang beroperasi bahkan semakin sedikit ketika memasuki akhir pekan.“Macetnya kan hampir setiap hari. Tapi, para-parahnya ya saat Sabtu dan Minggu. Macetnya luar biasa,” katanya. Masih kata Mustofa, busnya pernah hanya berangkat dengan tiga penumpang saja. Pilihannya, dia terpaksa harus mengoper penumpang itu ke bus di belakangnya.Bus baru bersedia mengantar penumpang sampai Malang minimal diisi 15 orang. Bila jumlah penumpang di bawah itu, maka dipastikan modal yang dikeluarkan tidak akan kembali. Biaya operasional satu bus rata-rata Rp 1,2 juta per hari hanya untuk bahan bakar.Biaya lain yang harus dikeluarkan meliputi gaji awak bus dan retribusi. Setiap bus, ungkap Mustofa, baru bisa menikmati untung kalau penumpang 80 orang per bus per hari. “Saya pakai empat rate. Jadi, satu rate minimal 20 orang. Terus terang, kondisi kami semakin merugi setiap hari,” kata Mustofa.Dampak lain dari berkurangnya pemasukan adalah semakin sulitnya pengusaha meremajakan bus-busnya. Rata-rata, bus harus diremajakan paling cepat lima tahun. Biaya peremajaan ini mencapai Rp 300 juta. Peremajaan sendiri sangat diperlukan karena sebagai bentuk pelayanan kepada penumpang agar nyaman dan setia memanfaatkan jasa bus.Dia berharap, keluhan para pengusaha PO ini didengar Pemprov Jatim. Pasalnya, mereka berharap rencana pembangunan tol Malang-Pandaan segera direalisasi. Tol inilah bisa membuat moda transportasi bus bersaing dengan moda lain seperti kereta api.Menurutnya, hanya orang yang nekat yang berani berbisnis angkutan bus hari ini. Mustofa mengaku masih bertahan karena ditopang bisnisnya transportasi yang lain. “Jadi, pengusaha PO sepertinya gagah. Padahal, remek kabeh mas,” keluhnya sembari tertawa.





Source from: surabaya[dot]tribunews[dot]com
Bagikan Berita :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Lensa Berita - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger