![]() |
Ambulans Harus Bawa Infus Tiga Kali Lipat |
, MALANG - Ruas jalur Malang-Surabaya sudah lama jadi langganan macet. Di hari tertentu, khususnya hari libur, situasinya bertambah parah dan lumpuh total. Kalau sudah begitu, tidak ada mobil sakti. Ambulans dan polisi sekalipun harus ikut antre.Sirene ambulans tidak lagi berguna. Meraung seribu kali pun tidak akan membuatnya bisa bergerak. Sebab barisan kendaraan di depannya tidak ada yang mau membuka jalan. Para pengendara bukannya tidak mendengar atau tidak mengerti arti raungan sirene.Tapi mereka memang tidak punya ruang untuk minggir. Kanan kiri dan depan belakang penuh sesak. Jarak antarmobil hanya menyisakan ruang beberapa centimeter saja. Kalaupun ada jarak agak lebar, biasanya sudah langsung dimanfaatkan pengendara motor untuk bergerak zigzag. “Kalau sudah macet total begitu, kami jadi sangat waswas. Kami takut sesuatu yang buruk menimpa pasien,” ungkap dr Ika Judianto, Koordinator Ambulans 119 di RS Umum Dr Saiful Anwar (RSSA) Kota Malang.Ika ditunjuk menjadi Koordinator Ambulans 119 sejak 2001. Ika sudah tak bisa menghitung berapa banyak pasien yang memanfaatkan jasanya untuk riwa-riwi keluar atau masuk Malang. Tapi ada satu peristiwa yang tidak pernah dilupakannya. ”Dulu, pernah ada pasien yang wafat waktu di dalam ambulans yang sedang perjalanan dari Malang ke Surabaya. Meninggalnya juga waktu terjadi macet,” katanya. Saat pertama kali dipercaya sebagai koordinator ambulans, lanjut Ika, kemacetan yang terjadi di ruas jalur Malang-Surabaya belum menjadi pertimbangan. Maklum ketika itu volume kendaraan belum sepadat sekarang. Dari Malang menuju RSUD Dr Soetomo cuma butuh waktu kurang dari 1,5 jam. Tentunya untuk sebuah ambulans, durasi perjalanan itu bisa ditempuh apabila menyalakan sirine. ”Kalau untuk dalam kota, response time ambulans itu antara 15 sampai 30 menit. Kalau antakota ya tergantung jarak, tetapi satu jam itu sudah cepat kalau tidak kena macet,” lanjutnya.Pengalaman pasien meninggal itu menjadi pelajaran berharga. Sejak itu, Ika memberikan latihan khusus untuk petugas ambulans untuk mengantisipasi macet. Persiapan, perlengkapan, dan prosedur ketat ia berikan.Hanya ambulans yang memiliki spesifikasi khusus yang ia siapkan keluar Malang. Ambulans memiliki peralatan pendukung daya hidup yang lengkap bagi pasien.Tak cuma itu. Bekal pasien yang disiapkan untuk pasien di jalan juga menjadi perhatian teliti. Misalnya cairan infus harus diisi tiga kali lipat lebih banyak. Jika sebelumnya tim medis di dalam ambulans membawa lima kantung cairan infus untuk pasien, maka saat ini mereka harus membawa 15 kantung.”Jadi dengan begitu tidak sampai bingung kalau cairan infus habis pas ambulans kena macet. Lagipula kan macet bisa terjadi di mana-mana, kalau berhentinya pas di depan puskesmas sih enak, bisa pinjam pakai infus dari sana,” urainya.Selain itu, tim medis serta pengemudi ambulans yang membawa pasien rujukan, juga bukan orang sembarangan. Mereka haruslah orang-orang yang memang telah memiliki sertifikasi untuk menangani pasien-pasien yang dirawat dan diangkut dalam ambulans. Di RSSA, Ika memimpin tim yang terdiri dari empat unit ambulans, empat orang pengemudi, serta 13 perawat. Empat pengemudi dan 13 perawat itu menurutnya sudah mendapatkan pembekalan dan pelatihan khusus untuk menangani pasien yang dirawat di dalam ambulans.Beruntung di saat kemacatean jalur bertambah kronis, kondisi RS Saiful Anwar Malang sudah jauh meningkat, terutama kualitas dan peralatan yang dimiliki. Dengan begitu, semakin sedikit pasien dari Malang yang dirujuk ke Surabaya. ”RS Saiful Anwar dan Dokter Soetomo sekarang ini kan sudah sama-sama kelas A. Fasilitas yang dimiliki sudah sama-sama lengkap. Hanya satu dua alat saja yang belum kami miliki sehingga harus RSU Dr Soetomo. Tetapi itu pun sebenarnya untuk kasus-kasus yang benar-benar langka,” papar Ika. (ben)
Source from: surabaya[dot]tribunews[dot]com
Post a Comment