![]() |
Siswa Jangan Dikorbankan Lagi |
, SURABAYA – Wakil Ketua Dewan Pendidikan Jatim Bagong Suyanto mengatakan akar dari amburadulnya distribusi buku kurikulum 2013 terdapat pada mekanisme pengadaannya yang rumit. Kemendikbud lebih mementingkan tertib administrasi seperti prosedur tender hingga prosedur pembayarannya, daripada manfaatnya untuk siswa.
“Padahal yang terpenting itu pada subyek, siswanya. Siswa harus dapat buku agar mereka bisa melakukan kegiatan belajar,” kata dosen FISIP, Unair saat dihubungi, Rabu (27/8/2014).
Menurut Bagong dengan lambatnya distribusi buku di sekolah-sekolah ini semakin menguatkan bahwa siswa sengaja dikorbankan dari mata rantai mekanisme pengadaan yang panjang dan berliku.
“Saya kira harus ada terobosan untuk kepentingan pembelajaran. Dicari prosedur yang sederhana dimana buku cepat sampai di siswa,”kata sosiolog ini.
Jika akhirnya di semester kedua mendatang prosedurnya tetap sama, dengan meminta sekolah memesan baru kemudian didroping oleh percetakan tunjukan kemendikbud, menurut Bagong hal itu akan mengulangi keruwetan yang sama dengan semester pertama lalu.
“Bisa dibilang ini keadaan darurat. Harus ada langkah terobosan agar distribusinya tidak terlambat. Bila perlu kemendikbud membuat nota kesepahaman (MoU) dengan kejaksaan jika tidak ingin ada ekses hukum dibelakang langkahnya. Pokoknya jangan sampai siswa dikorban lagi,”tegasnya.
Apakah terobosan itu berarti tidak perlu ada proses tender yang jlimet? Bagong tidak mau mengiyakan. ”Itu biarlah Kemendikbud yang merancangnya. Yang penting jangan sampai pengalaman sekarang terulang nanti,”tegasnya.
Bagong tidak membantah adanya keterlibatan oknum-oknum tertentu dalam keruwetan distribusi buku K13. Apalagi setelah terungkap bahwa buku-buku K13 berlabel ”Milik Negara, Tidak Diperdagangkan” yang banyak beredar di pasaran.
”Ini perubahan sistem pengadaan baru. Bisa saja ada pemain lama tidak diikutsertakan sehingga bermain di sini,”katanya.
Diakui Bagong, sebenarnya kemendikbud memiliki tekat yang baik dengan mengubah mekanisme pengadaan buku yang dilakukan terpusat dengan melibatkan sekolah langsung dalam proses pebayarannya. Hanya saja tekat yang baik itu tidak diimbangi dengan perencanaan yang matang sehingga yang terjadi justru amburadul.
”Tekad yang baik itu harus didukung oleh perencaan yang matang. Sekadar tekat baik saja tanpa perencanaan, ya jauh dari harapan,”tukasnya.
Berita
Source from: surabaya[dot]tribunews[dot]com
Post a Comment