![]() |
Baterai dari Kulit Pisang |
, MALANG – Kulit pisang yang selalu kita buang, ternyata menyimpan energi yang sangat besar. Kulit ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku baterai kering. Daya yang dihasilkan cukup besar karena bisa menyalakan jam dinding selama lima hari.Rabu (27/08/2014) siang, penemuan ini dipamerkan dan diperagakan dihadapan Bupati Gresik Sambari Halim dan Wali Kota Malang M Anton. Kedua kepala daerah di Jawa Timur ini hadir untuk mengikuti perbincangan Kurikulum 2013 bersama United States Agency for International Development (USAID), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Gedung Graha Cakralawa, Universitas Negeri Malang (UM).Pemeraga alat yang bernama 'Baterai Kulit Pisang' ini adalah dua gadis cilik asal SMP Negeri 3 Kota Malang kelas akselerasi, bernama Delia Hani Wakhidah dan Adinda Nabila Azzah. Delia menceritakan pembuatan alat ini berlangsung sejak tiga bulan lalu. Semula, gadis berkacamata yang senang berselancar di dunia maya menemukan artikel terkait baterai yang terbuat dari kulit jeruk. Setelah mereka selidiki lebih lanjut, kulit pisang rupanya juga bisa menjadi amunisi bagi baterai kering.
"Yang dibutuhkan untuk membuat baterai kering itu kan asam dan di kulit pisang asam yang dibutuhkan itu juga ditemukan," kata Delia pada , Rabu (27/8/2014).Delia memaparkan, kulit pisang memiliki getah atau senyawa asam yang mampu menjadi bahan bakar dari baterai kering. Kandungan asam ini terjadi karena kulit pisang memiliki glukosa dan etanol sekaligus. Dalam dunia kimia, reaksi dari dua unsur ini kemudian disebut Asam Aseta.Kandungan Asam Aseta inilah yang bisa menggantikan elektrolit di baterai kering. Elektrolit tersebut terletak di dalam tubuh baterai yang posisinya mengelilingi batang karbon baterai. Batang karbon berfungsi sebagai penyerap dan kutub elektrolit yang kemudian mengeluarkan energi listrik.Lalu berapa banyak kandungan asam didalam tiap kulit pisang, Delia tidak bisa memaparkannya karena beda pisang, beda pula kandungan asam aseta-nya. Walau demikian, dalam pembuatan karya tersebut Delia dan Adinda menggunakan pisang Ambon yang memiliki getah yang besar.Anak pertama dari dua bersaudara ini menjelaskan, proses pembuatan alatnya, diawali dengan membongkar isi baterai kering yang telah soak. Baterai tersebut dibongkar lalu dibuang elektrolit hitam di dalamnya hingga meninggalkan batang karbon saja. Setelah itu kulit pisang yang disiapkan dicacah, kemudian dimasukan ke dalam baterai tadi."Mengeluarkan isi elektrolit dan memasukan kulit pisangnya juga harus hati-hati, sebab apabila batang karbon tak boleh patah. Kalau batangnya patah maka baterainya tidak bisa mengeluarkan energi listrik," lanjutnya.Tidak hanya itu saja, kulit pisang yang mereka pakai juga harus masih baru. "Kalau kulit pisang yang lama getahnya sudah habis. Kemudian energi listriknya tidak ada lagi," imbuh Delia.Nabila menambahkan, baterai dari kulit pisang ini bisa mengeluarkan daya listik sebesar 1,1 volt. Daya sebesar ini memang tidak besar dan tak cukup untuk kebutuhan energi manusia tiap hari. Kendati demikian, berkat karya mereka ini, kita paham kalau pisang tidak harus dibuang ke sampah. Kulit pisang juga bisa menjadi sumber energi bagi manusia."Kami sudah mencoba di jam dinding tetapi hanya cukup untuk lima hari saja. Setelah itu harus membuat baterai yang baru," ungkapnya.Selain persentasi baterai kulit pisang tersebut, dalam acara itu juga ada persentasi alat penjemur otomatis yang terkoneksi dengan suhu udara. Alat ini dibuat siswa dari SMP Negeri 2 Gresik, Muhammad Izzul Fikri, Maulana Taufik Hidayat dan M Ath Thaariq Amir CMenurut Muhammad Izzul Fikri, pembuatnya, ide pembuatan alat tersebut disebabkan mereka tak ingin repot harus mengangkat jemuran pada saat hujan. "Teman-teman biasanya kan malas kalau disuruh mengangkat jemuran waktu hujan, kalau ada ini kan jadi mudah," kata siswa dari kelas 8 ini.Rektor UM Prof Dr Suparno, Spd menambahkan, penemuan tersebut merupakan salah satu implementasi dari Kurikulum 2013 yang menuntut siswa untuk kreatif. Dalam kurikulum ini para siswa semakin didekatkan pada kehidupan sekitar, lalu diberikan penjelasan dari sisi akademisnya. Mereka juga harus bisa menyelesaikan masalah sepele apapun, seperti sampah.
"Kurikulum ini lebih berpusat pada siswa karena itu guru juga dituntut semakin kreatif lebih dari siswa," kata Suparno yang menjadi pembicara dalam kegiatan ini.
Source from: surabaya[dot]tribunews[dot]com
Post a Comment