![]() |
Kemacetan Semakin Parah Saat Libur Panjang |
, MALANG - Untuk liburan panjang akhir pekan, mobil yang melintas mencapai 6.720-8.400 unit dan motor mencapai 7.980-14.700 unit. Survei itu juga mencatat 12 titik masalah dan 32 persoalan sepanjang Singosari-Lawang. Antara lain restoran, SPBU, hotel, dan pertokoan.Dengan kondisi ini, ruas jalan Singosari-Lawang masuk jalan kategori D, dengan kecepatan 5-10 km/jam. Padahal, sebagai jalan nasional, kecepatan lalu lintas seharusnya di atas 40 km/jam. Yosi (37), warga sekitar Kostrad Singosari, menyatakan kemacetan di jalur Singosari-Lawang itu merupakan siksaan yang sudah rutin dirasakan. Siksaan itu tak ubahnya menu sarapan dan makan sore yang wajib dinikmati. Maklum, dia harus berjibaku dengan kemacetan setiap pagi dan sore. Tidak ada jalur alternatif yang bisa di pilih untuk berangkat dan pulang kerja.Saking macetnya, bapak seorang anak ini tidak mau menggunakan mobil untuk kegiatan rutin ke kantor. Menggunakan mobil sama dengan menambah derita terjebak macet. Paling tidak, juga menambah durasi waktu perjalanan. Berangkat ke kantor harus lebih pagi dan pulang sampai rumah di jamin sudah petang. Malah bisa-bisa malam.Yosi lebih senang menggunakan motor. Satu-satunya pertimbangan karena bisa bermanuver menerobos kemacetan. Biasanya manuver dilakukan Yosi dengan mengajak sepeda motornya bergaya off road. Turun dari badan jalan aspal yang disesaki kendaraan. Jalan berbatu di bahu jalan dan trotoar jadi pilihan.“Kalau sudah macet, jangan berharap motor berjalan di aspal. Pasti kalah dengan mobil dan angkot. Kalau mau agak cepat ya harus ngebut, nabrak batu-batu atau trotoar,” ceritanya, Selasa (26/8/2014). Risiko jatuh terpeleset sudah biasa dialami warga yang bermotor dengan cara nekat. Bahkan, kaki atau tangan terkilir dianggap sudah biasa. "Resiko lain, ban jadi sering bocor tertusuk paku atau potongan besi runcing. Paling tidak, dua minggu sekali pasti mampir ke tukang tambal ban.” tuturnya. Sementara Sukmawan (35), yang juga warga Singosari, mengaku malas menggunakan mobil. Sebab, kemacetan yang luar biasa, membuat mobil menjadi sarana transportasi yang sangat tidak efekif. “Saya menggunakan mobil selalu malam hari, kalau suasana jalan sudah sepi. Kalau masih ramai, sama saja niat masuk dalam kemacetan,” katanya. Kemacetan paling parah terjadi saat sore hari, terutama saat pulang pabrik. Karyawan sejumlah perusahaan pulang bersamaan, dan langsung tumpah di Jalan Raya Singosari. Sukmawan paling menghindari hari Sabtu dan Minggu. Sebab, saat akhir kemacetan sangat parah dan terjadi hingga menjelang malam. Sukmawan menggambarkan kemacetan akhir pekan, bisa membuat pengguna mobil membusuk di jalan. “Iso bosok (membusuk) di jalan kalau berani pakai mobil di Hari Sabtu dan Minggu," katanya. Jika pun terpaksa menggunakan mobil, Sukmawan akan memilih jalan memutar menuju Kecamatan Jabung, Pakis, baru ke Kota Malang. Jalur ini relatif sepi, namun jauh memutar dan melewati jalan di tengah kawasan perkebunan tebu. “Masalahnya jalan itu sering terjadi kasus kriminal. Kalau terlalu malam sangat berisiko,” ungkapnya. Namun untuk pergi ke arah utara, menuju Pasuruan atau Surabaya tidak ada alternatif lain. “Kalau terpaksa harus ke utara dengan mobil, siap-siap mental saja terjebak kemacetan,” pungkas Sukmawan. (day/idl/ben)
Source from: surabaya[dot]tribunews[dot]com
Post a Comment