, MALANG - Pengurangan kuota BBM, terutama solar yang menjadi sulit didapatkan dipandang Bupati Malang Rendra Kresna sebagai tidak adanya sinergitas antar kementrian karena dampaknya menjadi meluas."Kepala daerah jadi kerepotan," kata Rendra kepada usai mengikuti rapat paripurna di Gedung DPRD Kabupaten Malang, Rabu sore (27/8/2014).Ia mencontohkan, kekhawatiran pada dampak ketahanan pangan yang bakal terganggu karena ketahanan pangan juga dibantu oleh nelayan dan petani sehingga mereka perlu perlakuan khusus juga. "Nanti dikira kepala daerah yang tidak bisa mengatasi," katanya.
Karena masalah ini sudah menjadi atensi masyarakat juga media, ia merasa tidak perlu melaporkan masalah ini. "Mestinya sudah segera disikapi," katanya.
Terpisah, Pramujo Hario Satoto, Ketua KUD Mina Jaya Kecamatan Sumbermanjing Wetan menyatakan, hanya 30 persen nelayan yang melaut. "Itupun yang masih punya sisa-sisa solar," terangnya. Menurutnya, hari ini didrop satu tangki di SPBU milik KUD untuk nelayan Sendangbiru karena ada pengurangan pengiriman. Tapi kemungkinan hanya untuk sedikit nelayan karena tangki hanya berisi 8000 liter solar.Solar dibutuhkan untuk mengoperasikan kapal nelayan jenis sekoci sebanyak 300 unit dan slerek 30 unit. "Satu tangki hanya cukup untuk 25 kapal jenis slerek dari 30 slerek yang ada," tutur Totok, panggilan akrabnya.Dampak nelayan tidak melaut adalah ancaman pengurangan pemasukan di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) di Pantai Sendangbiru. Kemungkinan itu juga dipikirkan oleh Wahyu Hidayat, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang."Dari TPI, target PAD-nya Rp 2 miliar. Kalau yang melaut hanya 30 persen, ya ada dampaknya," jelas Wahyu.Menurutnya, target PAD sudah mencapai 60 persen. Sisanya, jika masalah solar tidak bisa diantasi, maka bisa mengancam pemasukan PAD dari TPI. Pemandangan antrean menunggu kedatangan solar masih terjadi di SPBU-SPBU di Kabupaten Malang sampai tadi sore, terutama didominasi truk-truk.
Source from: surabaya[dot]tribunews[dot]com
Post a Comment