Home » » Samulnori, Kesenian Korsel Saat Panen Raya

Samulnori, Kesenian Korsel Saat Panen Raya

Written By laso on Sunday, 31 August 2014 | 04:15









, SURABAYA – Hujan menyelimuti panggung Balai Budaya Surabaya, Sabtu (30/8/2014), diselingi suara halilintar menggelegar dan angin yang menderu di bawah langit yang menghitam.
Namun suasana ini tidaklah mencekam, melainkan penuh kegembiraan karena hujan, halilintar, angin dan awan hitam tadi merupakan perlambangan dari empat alat musik tradisional Korea Selatan (Korsel), Samulnori.Kesenian Samulnori dari Korsel ini mewarnai acara penutupan Cross Culture Festival (CCF) 2014. Kesenian ini terdiri dari empat alat musik berupa, buk (barrel drum, lambang awan), janggu (drum berbentuk seperti gelas, lambang hujan), kwaengwari (gong kecil, lambang halilintar) dan jing (gong besar, lambang angin).Meski hanya terdiri dari empat instrument perkusi, tampilan kesenian ini sangat rancak serta kaya bunyi dan irama. Lambang-lambang alam yang melekat pada instrumen ini benar-benar terasa ketika ditampilkan oleh empat musisi asal Busan, Korsel, Jeon Hak-Soo, Choi Ho-Sung, Lee Ju-Heon, dan Lee Jang-Woo.Tabuhan Janggu Ho-Sung sangat memukau penonton. Tangan kirinya sering berpindah-pindah posisi dari kiri ke kanan untuk menghasilkan campuran efek bunyi yang kaya. Saking cepatnya tangannya bergerak, seolah-olah Ho-Sung dalam keadaan trance (tak sadarkan diri).Ju-Heon menerangkan, kesenian Samulnori ini biasa dimainkan ketika panen raya usai dilakukan. Kesenian ini merupakan cara masyarakat petani Korsel untuk berterima kasih kepada alam yang telah memberikan hasil bumi yang melimpah kepada mereka.“Kesenian ini asalnya dari kesenian Pungmulnori. Berubah menjadi Samulnori dan hanya terdiri dari empat perkusi sejak 1908. Ini cara kami mengucapkan rasa syukur terhadap alam yang telah memberikan hasil panen melimpah,” kata Ju-Heon kepada saat ditemui di belakang panggung.Keempat musisi ini mengaku baru pertama kali ke Surabaya. Mereka sebelumnya telah tahu Kota Pahlawan ini sebab di tempat asal mereka nama Surabaya cukup dikenal karena telah menjadi sister city.“Surabaya sangat menyenangkan. Kami tampilkan Samulnori supaya warga Surabaya bisa mengenal kesenian tradisional kami,” tandas Hak-Soo.Kepala Disbudpar Kota Surabaya, Wiwiek Widayati, mengatakan, CCF kali ini merupakan kali kesepuluh digelar. CCF, lanjut Wiwiek, merupakan sarana persatuan dan persaudaraan bagi daerah-daerah di Indonesia dan juga persahabatan bagi Negara-negara tetangga.“Harapannya, kami ingin menjadikan Surabaya sebagai etalase budaya di Jatim,” tukas Wiwiek.Wiwiek mejelaskan, selain pertunjukan seni, pada acara CCF ini juga menggelar workshop seni untuk membahas kesenian-kesenian yang tampil di CCF. Wiwiek mengungkapkan, ada belasan kesenian dari bebagai daerah di Indonesia dan mancanegara.“Yang dari mancanegara ada dari Korsel, India, Singapura, China dan Jepang. Pada acara workshop, para pelaku seni dari berbagai daerah dan negara menjelaskan tentang arti kesenian mereka kepada warga Surabaya. Ini menjadi persinggungan budaya yang positif,” urai Wiwiek.Septiani mengaku cukup terhibur dengan tampilan keempat bapak-bapak dari Korsel ini. Menurutnya, kesenian Samulnori mirip kesenian patrol. “Tapi suaranya seperti suara pengiring Barongsai yang bising. Tapi bagus juga karena cuma empat orang tapi bunyinya ramai sekali,” ujar warga Bubutan ini.




Source from: surabaya[dot]tribunews[dot]com
Bagikan Berita :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Lensa Berita - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger