Home » » Sejak 2006, LPS Sudah Likuidasi 60 Bank

Sejak 2006, LPS Sudah Likuidasi 60 Bank

Written By laso on Thursday, 11 September 2014 | 00:15









, SURABAYA– Kredit fiktif menjadi penyebab sekitar 60 perbankan dilikuidasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Data itu terjadi sejak tahun 2006. “Ada 60 bank yang sudah kami likuidasi sejak tahun 2006. Dengan penyebab mayoritas karena kredit fiktif,”kata Kartika Wirjoatmodjo, Kepala Eksekutif LPS saat ditemui di Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Airlangga, Surabaya, Rabu (10/9/2014).Kartika menyebutkan, kredit fiktif itu meliputi pemalsuan identitas penerima kredit dengan melibatkan oknum manajemen bank. Atau penipuan (fraud). Ke-60 bank yang dilikuidasi sejak 2006 itu, lanjut Kartika, terdiri atas 59 Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan satu bank umum.Likuidasi terhadap 60 perbankan itu merupakan langkah atau putusan akhit yang dibuat LPS, yang sebelumnya sudah melakukan pengawasan ketat untuk mendapatkan gambaran secara utuh. Bila dalam pengawasan itu, bank tidak bisa diselamatkan, maka likuidasi menjadi keputusan akhir. Kalau dalam pengawasan itu, bukan fraund yang menjadi penyebab kinerja perbankan mengkhawatirkan, misalnya akibat kredit macet, masih bisa diselamatkan dengan melakukan beberapa langkah. Misalnya menambah modal, konsolidasi atau merger dengan bank lain, serta menjual aset kredit yang menjadi agunan.Meski banyak Bank dilikuidasi, namun jika dibandingkan dengan tahun 1998 saat krisis moneter pernah terjadi, Kartika menjelaskan ditahun 2014 ini, pertumbuhan perbankan mengalami geliat yang menggembirakan. "Tahun ini cukup baik,  tapi yang perlu mendapatkan sorotan yakni masalah likuiditas karena kapasitas pendanaan bank dibandingkan kemampuan untuk ekspansi kredit saat ini mengalami penurunan," ungkap Kartika.Soal merger, LPS menyebut langkah ini  sangat dibutuhkan untuk bisa bersaing dengan bank-bank asing yang nanti bisa memperluas ekspansi ke Indonesia. "Ada kebijakan yang clear dari segi insentif, saya rasa OJK saat ini sudah lebih mengambil posisi yang lebih kuat, dimana kedepan bank-bank yang kecil dan tidak mampu bersaing ini diharapkan sukarela melakukan merger atau diakusisi oleh bank yang lebih besar, sehingga mampu bersaing," ungkap Kartika. Lebih lanjut Kartika menjelaskan, saat ini di Indonesia terdapat 119 Bank umum, sehingga dalam segi keefesian dapat dikatakan berkurang, apalagi jika dikaitkan masalah permodalan. Perlu adanya kebijakan dari otoritas untuk mendorong merger atau konsolidasi tidak hanya pada bank kecil, tetapi juga bank besar.Penggabungan perbankkan di Indonesia, menurut Kartika, dapat dikatakan menjadi keharusan jika ingin bersaing, terlebih pada tahun 2020 liberalisasi perbankan di ASEAN di berlakukan. Kartika juga menyoroti, rencana merger beberapa bank-bank di Asia, yang bisa menjadi ancaman bagi pasar perbankan nasional, karenanya untuk mendorong merger atau konsolidasi yang dilakukan  perlu dukungan kemudahan regulasi dan insentif. Selain itu, pemilik bank harus rasional dan tidak mempersulit upaya konsolidasi perbankan nasional.Dalam kesempatan itu, LPS juga melakukan penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) dengan FEB Unair dalam beberapa hal. Dekan FEB Unair, Prof Dr Muslich Anshori, menambahkan, bila kerjasama dengan LPS ini ada empat bidag.“Yaitu penyusunan silabus mata kuliah manajemen perbankan, bank dan lembaga keuangan. Kemudian implementasi pembelajaran mengenai LPS dan sosialisasi LPS melalui KKN (Kuliah Kerja Nyata-red) serta penelitian bersama dalam bidang perbankan,”jelas Muslich.Sementara LPS memiliki fungsi sebagai pengawas perbankan Indonesia. Secara detail, LPS nantinya berhak melakukan fungsi pengawasan terhadap bank yang masuk kategori pengawasan khusus dan pengawasan intensif. Keterlibatan LPS dalam mengawasi bank bermasalah bertujuan mengetahui kondisi bank sebelum kolaps. Hal ini penting mengingat LPS selama ini berperan menomboki jumlah simpanan yang dijamin.Tugas yang diamanatkan terhadap LPS, menurut Kartika nantinya tidak akan bertabrakan dengan Otoritas jasa Keuangan (OJK). OJK memiliki wewenang dalam pengawasan yakni pada upaya intervensi dini dalam mengetahui permasalahan bank bermasalah, sedangkan LPS mengetahui kondisi bank, sehingga lebih siap untuk menghadapi kondisi suatu bank kalau bank itu bermasalah





Source from: surabaya[dot]tribunews[dot]com
Bagikan Berita :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Lensa Berita - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger