, SURABAYA - Pada dasarnya setiap perempuan tak ingin diduakan. Tetapi ada keadaan-keadaan tertentu yang membuat mereka harus menerima suaminya beristri dua (poligami). Kenyataan ini memantik perhatian Diana Vidya Fakhriyani, mahasiswa program Magister Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya. Dia lalu melakukan penelitian tentang hubungan antara religiusitas dengan kesediaan dipoligami untuk tesisnya.Diana yang juga guru MTs Hidayatun Najah, Pamekasan ini melihat di daerahnya banyak sekali perempuan-perempuan yang merelakan suaminya beristri dua maupun perempuan yang rela menjadi istri kedua. Hanya saja mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi."Awalnya saya penasaran, poligami kok sembunyi-sembunyi, ada apa?,"kata Diana saat ditemui di kampusnya akhir pekan ini.Dia lalu mewawancarai 112 perempuan di wilayah Kecamatan Propo, Kabupaten Pamekasan."Saya bertemu langsung dengan mereka dan langsung mewawancarai. Kecuali guru saya minta mengisi angket baru wawancara," kata ibu dua anak ini.Hasilnya, tidak semua responden mau mengakui dipoligami, padahal kenyataannya demikian. Ada juga responden yang secara terang-terangan mengaku dipoligami meski kenyataannya dia tidak mau. Ada yang dipoligami karena tidak memiliki keturunan."Bahkan ada responden yang merelakan dipoligami asalkan istri keduanya kaya sehingga kehidupan ekonominya juga terangkat,"terang Diana sambil tersenyum.Dari hasil wawancara ini, Diana menyimpulkan bahwa poligami ini ada kaitannya dengan tingkat religiusitas, usia dan status perkawinan (siri atau nikah resmi).Saat ditanya apakah dirinya juga rela jika suaminya poligami? Diana langsung menampik."Ya tidak mau, wong masih ada saya, masak mau poligami,"selorohnya sambil tersenyum.
Source from: surabaya[dot]tribunews[dot]com
Post a Comment