, SURABAYA – Dentingan suara pelog saron dari komunitas musik Wilwatikta Etno Music Ensemble (WEME) terdengar bertalu-talu kala tampil di closing ceremony CitraLand Surabaya Percussion Festial (Superfest) 2014, Sabtu (30/8/2014).
Sedetik kemudian, suara calung, kethuk, senar drum, hingga rebana, masuk dan menjadikan musik etnik komunitas ini semakin rancak. Komposisi ini berjudul ‘Kesetiaan’.Komposisi ini dibuat berdasarkan kitab epos Ramayana yang mengisahkan sosok Shinta yang berhati suci. Para pemain musik komunitas ini pun berkostum seperti kera sebagai perlambang prajurit-prajurit kera Raja Hanoman yang membantu menyelamatkan Shinta dari cengkraman Rahwana.Para kera inilah yang memainkan alat-alat musik tersebut, seolah menggambarkan suasana kemenangan ketika Shita telah kembali ke pangkuan Rama. Tak hanya bermain musik sambil duduk, para ‘kera’ ini pun berjingkrakan dan bergembira karena telah berhasil memenangkan pertempuran.Namun, suasana musik menjadi sendu, tatkala muncul keraguan dari Rama yang mengira Shinta telah ternoda saat ditawan Rahwana. Di sinilah, Shinta membuktikan kesetiaan cintanya kepada Rama sekaligus kesuciannya sebagai martabat tertinggi perempuan dengan menjerumuskan diri ke api yang menyala.Api-api yang menyala ini dibawakan oleh para penari dari Universitas Brawijaya (UB). Gerakan-gerakan tangan para penari yang menjulur-julur, laksana kobaran lidah api yang akan membakar tubuh Shinta.Ketua Komunitas WEME, Suparman (28), menerangkan, gubahan komposisi musik semi-teaterikal ‘Kesetiaan’ merupakan komposisi pamungkas komunitas yang berada di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya (STKWS).Tampil di CitraLand Superfest 2014 ini merupakan ajang penyempurnaan untuk nantinya dibawakan di acara Temu Karya Taman Budaya (TKTB) se-Indonesia di Papua ,10 September 2014.“Bisa dibilang tampil di CitraLand Superfest ini sebagai gladi bersih kami untuk event selanjutnya. Secara umum, kami cukup puas meski ada penyempurnaan lagi di sana-sini,” kata Suparman kepada .Suparman yang juga guru kesenian ini menuturkan, komunitasnya terdiri dari 20 orang dari mahasiswa STKWS. Tujuan komunitas ini, jelasnya, untuk menampilkan komposisi-kompsisi musik etnik yang progresif.“Basic musik kami tetap menggunakan alat-alat musik tradisional. Tapi kami kembangkan lagi dari unsur garapannya agar sesuai dengan perkembangan zaman dan bisa diterima orang banyak,” ujarnya.Associate Director CitraLand, Andi Soegihardjo, menambahkan, acara CitraLand Superfest 2014 ini merupakan kali kesembilan digelar. Andi menuturkan, ingin memberikan wadah bagi para seniman-seniman Surabaya untuk unjuk kebolehan dalam bidang musik perkusi.“Selain memberikan wadah berkesenian, kami juga ingin mengembangkan imaje jika CitraLand, khususnya GWalk, sebagai sebuah kawasan budaya. Kami konsisten dengan itu, terbukti sudah kami adakan tiap tahun sejak 2005 silam,” tandas Andi.Pelaku seni Surabaya, Heri Lentho, mengaku sangat apresiatif terhadap langkah CitraLand yang telah konsisten dan berkesinambungan menggelar acara festival ini.Menurutnya, Surabaya butuh forum-forum seni yang mampu menjaga konsistensi sehingga kreatifitas seni anak-anak muda Surabaya bisa terus terasah.“Wadah seperti inilah yang dibutuhkan para seniman untuk terus berkarya. Dari CitraLand Superfest ini, sepanjang perjalanannya telah menghasilkan banyak komunitas-komunitas musik perkusi di Surabaya. WEME, satu di antaranya yang cukup membanggakan,” tukas Heri.
Source from: surabaya[dot]tribunews[dot]com
Post a Comment